Pandangan
etika bisnis terhadap praktek bisnis yang curang?
istilah
etika bisnis mungkin terkadang masih terasa asing di dengar. Pada kenyataanya,
penerapan etika bisnis pada perusahaan memang tidak dapat terlihat secara
jelas. Mempelajari etika bisnis suatu perusahaan berarti kita harus
memperhatikan apa saja proses yang terjadi di perusahaan tersebut.
Sebagai
pebisnis yang baik, kita tidak boleh “menghalalkan segala cara” untuk
mendapatkan hasil yang kita harapkan. Misalkan dengan menjelek-jelekan citra
produk dari perusahaan lain, hal ini sangat dilarang karena walaupun produk
kita terjual namun produk orang lain bisa saja tidak laku karena hal yang kita
sampaikan kepada target konsumen yang kita incar.
Selain
itu, pemakaian “wanita” dalam iklan juga termasuk pelanggaran kode etik dalam
bisnis. Mengapa demikian? Karena sebagai wanita mereka bukanlah objek yang
harus dijual dengan cara berlenggok-lenggok di hadapan kamera, tujuan awalnya
adalah hanya untuk menjual produk dari perusahaan yang membayar mereka. Namun
kini peran wanita dalam iklan sudah seringkali menyimpang dari kode etik.
Kasus
lain dalam pelanggaran etika bisnis yang mungkin terlihat sangat “lumrah”
adalah pemutusan hubungan kerja. Namun PHK yang dimaksudkan disini adalah PHK
yang dilakukan secara sepihak tanpa pemberian pesangon oleh perusahaan kepada
karyawan yang telah dipecat. Hal ini telah sering terjadi, namun kita jarang
sekali menyadarinya. Sebagai
pelaku bisnis sudah seharusnya kita menerapkan cara berbisnis yang baik dan
benar tanpa melanggar etika bisnis yang telah diterapkan. Masih banyak
cara-cara yang baik dalam berbisnis yang dapat kita lakukan tanpa merugikan
pihak manapun. Berbisnis
sehat dapat kita lakukan dengan mengatur strategi yang kita lakukan di dalam
perusahaan. Misalnya dengan cara melakukan inovasi baru terhadap produk yang
kita hasilkan. Namun inovasi produk juga harus mempertahankan kualitas dari
produk yang kita hasilkan. Jangan melakukan inovasi hanya di tampilan luarnya
saja agar konsumen tidak merasa tertipu oleh produk kita.
Strategi
pemasaran juga harus kita tingkatkan. Misalkan dengan cara menambah ruang
lingkup target pasar. Dengan cara ini, kita dapat memperoleh konsumen lebih
banyak dari sebelumnya. Memang harus dilakukan secara perlahan, namun tidak
sesulit yang dibayangkan. Karena dengan memperluas pasar, secara otomatis, nama
dari perusahaan juga akan dikenal oleh masyarakat yang lebih luas. Dengan
cara-cara diatas kita tetap dapat menjual hasil produksi dari perusahaan kita
tanpa merugikan pihak manapun. Bersaing secara sehat dapat memberikan kepuasan
yang tak ternilai kepada konsumen sebenarnya lebih efektif dalam persaingan
dengan perusahaan lain. dibandingkan dengan hanya melakukan persaingan dengan
perusahaan lain dengan cara yang tidak sehat.
Contoh
kasus nyata perusahaan atau produk yang melakukan kecurangan dan solusinya.
Contoh
kasus yang melakukan kecurangan dalam berbisnis adalah pada salah satu pihak (produsen)
dendeng sapi manis yang ternyata dicampur dengan olahan daging babi. Saat
diwawancarai, ternyata produsen menjelaskan hal ini dilakukan untuk menekan
biaya produksi karena ia merasakan apabila dendeng sapi manis hanya dibuat
dengan olahan daging sapi, maka membutuhkan modal yang sangat besar dan jarang
dibeli oleh konsumen karena tingginya harga jual yang ia tawarkan. Kemudian ia
menyiasati olahannya dengan mencampurkan olahan daging sapi dengan daging babi
hutan yang berkeliaran di dekat rumahnya. Dengan cara ini, harga jual tidak
terlalu tinggi sehingga hasil produksinya dapat dinikmati oleh para konsumen
dengan harga yang terjangkau.
Sangat
miris melihat kasus diatas, seharusnya sebagai produsen, kita harus
mementingkan kepuasan konsumen dalam berbagai aspek. Apabila daging babi diolah
dengan daging sapi, berarti secara tidak langsung (tanpa mengetahui) para
konsumen telah menikmati makanan yang tidak halal dan jelas sekali ini sangat
merugikan konsumen. Produsen sebagai pelaku bisnis sebaiknya benar-benar
menjaga kualitas makanan (produksi) yang dihasilkannya. Apabila harga pokok
dari bahan makanan terasa mahal, maka solusi yang seharusnya diambil adalah
dengan menaikan harga jual. Atau fatalnya produsen mau tidak mau mencari produk
lain untuk dijual (apabila memang modal pas-pasan). Jangan sampai karena
kepentingan produsen, keselamatan dan kenyamanan konsumen menjadi di
nomerduakan.
Contoh kasus lain pada PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan
listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya
perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah
seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis
monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau
produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam
dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan
hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian
Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha
Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang
bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan
terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara”
dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya
dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan
pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas
masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara
adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk
mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap
mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat
memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi
tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD
1945 Pasal 33.
Pencegahan
Pelanggaran Etika Bisnis
Etika
dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat yang berguna untuk
mengingatkan setiap anggotanya kepada suatu tindakan yang harus selalu
dilaksanakan. Sedangkan etika di dalam bisnis tentu saja harus disepakati oleh
anggota-anggota pelaku usaha dari berbagai tingkatan usaha yang berada di dalam
kelompok bisnis tersebut serta kelompok-kelompok terkait lainnya. Dua kalimat
penjelasan tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa yang namanya etika memiliki
dua poin penting, yaitu tindakan yang teratur dan kesepakatan bersama. setiap
anggota yang ada di dalamnya dan mengambil bagian dalam mencapai suatu
kesepakatan bersama haruslah terus mengingatnya dan melakukan aturan-aturan
tersebut. Demikian juga pada dunia bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus
mentaati rambu-rambu tak tertulis tersebut dalam setiap kebijakan usahanya.
Namun tetap saja, hal tersebut masih sangat sulit dilaksanakan. Peraturan
tertulis yang berisikan hukuman apabila melanggarnya saja sudah banyak yang
diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya hanya suatu kesepakatan dan tidak
memaksa. Itulah yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang terus-menerus meraup
keuntungan tanpa menyadari etika yang ada. Karena itu diperlukan suatu sifat
pengendalian diri dari tiap-tiap pelaku usaha, untuk menahannya untuk bertindak
lebih jauh lagi dalam pencederaan norma-norma yang ada. Diperlukan juga suatu
tanggung jawab sosial agar para pelaku bisnis tersebut merasa wajib untuk
melaksanakan aturan-aturan main di dalam etika tersebut. Pembebanan tanggung
jawab tersebut bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak
para pelaku usaha tersebut untuk masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di
dalam wadah itulah disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus
selalu diingat dan dilakukan. Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama
mengemban tanggung jawab yang ada untuk kemajuan bersama. Hal tersebut memang
sulit, namun kita tidak akan mengetahuinya apabila tidak mencobanya.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan juga dirasakan penting, karena
apabila satu sama lain tidak dapat saling mempercayai maka sudah dapat
dipastikan mereka akan melupakan tanggung jawab sosial yang seharusnya mereka
emban.
Cara
terakhir yang dapat ditempuh untuk mengurangi angka pelaku pelanggaran etika
bisnis adalah dengan adanya sebagian dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam
suatu hukum positif. Dengan tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu
aturan tertulis, maka memiliki kekuatan hukum, dan bersifat memaksa, maka
pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau harus mengikuti etika yang telah disepakati
bersama tersebut. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis
perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha,
pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja
yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka
sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui
dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis, jelas apa yang disepakati
oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk
menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Sumber :
http://riyan1990.blogspot.com/2012/11/pencegahan-pelanggaran-etika-bisnis.html
http://narara.wordpress.com/2011/11/29/contoh-kasus-etika-bisnis/
http://narara.wordpress.com/2011/11/29/contoh-kasus-etika-bisnis/